Senin, 22 November 2010

Menarik minat lewat Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi (GEMASKOP)

Mungkin sebagian dari kita-kita sudah pernah melihat iklan layanan masyarakat tentanggerakan masyarakat sadar koperasi atau yang disingkat dengan GEMASKOP. Setelah bantuan modal usaha oleh Kementrian Koperasi & UKM, kini pemerintah kembali resmi mencanangkan gerakan pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui koperasi.
Kementerian Koperasi dan UKM akan memanfaatkan kelompok-kelompok strategis untuk mencapai kesuksesan Gerakan Masyarakt Sadar Koperasi (Gemaskop) yang akan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada perayaan puncak Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) pada tanggal fifteen Juli 2010 yang lalu di Surabaya. Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM, Untung Tri Basuki, mengatakan kelompok-kelompok tersebut, antara lain stakeholders atau pemangku kepentingan, tokoh masyarakat dan koperasi lain yang telah eksis.
“Tujuan utama Gemaskop adalah untuk mengajak orang berkoperasi melalui penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang badan usaha koperasi. Selain itu membenahi kualitas koperasi untuk mendapatkan kembali jati dirinya,” ungkap Untuk Tri Basuki kepada Bisnis, hari ini.
Artinya, kata dia, module Gemaskop diluncurkan untuk menggalang kembali nilai-nilai gerakan koperasi seutuhnya agar koperasi tetap berperan sebagai soko guru perekonomian nasional. Karena itu melalui Gemaskop, pemerintah berharap jika masih ada kelemahan yang terjadi dalam operasionalnya, diharapkan segera teratasi.
Hal ini untuk membuktikan bahwa gerakan koperasi harus tetap bersifat mumpuni bagi kepentingan masayarakat banyak. Strategi pencapaian kedua Gemaskop adalah, melaksanakan sosialisasi dan pendampingan kepada koperasi untuk menerapkan nilai dan prinsip koperasi.
Kemudian menyiapkan pedoman-pedoman perkoperasian yang terkait manajemen, organisasi, keanggotaan dan akuntansi. “Adapun tahapan implementasinya, membentuk dan memperkkuat institusi pelaksanaan Gerakan Masyarakt Sadar Koperasi (Gemaskop), harmonisasi peraturan perundang-undangan, diseminasi dan pendidikan serta pemantau, evaluasi maupun pelaporan,” papar Untung Tri Basuki.
Semoga saja dengan adanya Gemaskop ini dapat membantu masyarakat dalam hal keterbatasan modal usaha maupun pinjaman modal usaha malalui koperasi ini dan semakin banyak masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam rangka memajukan Koperasi di Indonesia ini.

Senin, 01 November 2010

Mengapa Koperasi Kalah bersaing dan masalah seputar Koperasi

Permasalahan seputar koperasi
Permasalahan Mikroekonomi.
· Masalah Input.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi sering mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan baku. Salah satu bahan baku pokok yang sulit diperoleh adalah modal. Yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan ini adalah dengan memberikan keleluasaan bagi koperasi dalam akses memperoleh modal. Jangan dipersuli-sulit dengan bermacam regulasi. Biarkan koperasi tumbuh dengan alami (bukan direkayasa), belajar menjadi efisien dan selanjutnya dapat bertahan dalam kompetisi.
Pada sisi input sumber daya manusia, koperasi mengalami kesulitan untuk memperoleh kualitas manajer yang baik. Di sinilah campur tangan pemerintah diperlukan untuk memberikan mutu modal manusia yang baik bagi koperasi.
Masalah Output, Distribusi dan Bisnis.
· Kualitas output.
Dalam hal kualitas, output koperasi tidak distandardisasikan, sehingga secara relatif kalah dengan output industri besar. Hal ini sebenarnya sangat berkaitan dengan permasalahan input (modal dan sumberdaya manusia).
· “Mapping Product”.
Koperasi (dan usaha kecil serta menengah/UKM) dalam menentukan output tidak didahului riset perihal sumber daya dan permintaan potensial (potential demand) daerah tempat usahanya. Sehingga, dalam banyak kasus, output koperasi (dan UKM) tidak memiliki keunggulan komparatif sehingga sulit untuk dipasarkan.
· Distribusi, Pemasaran dan Promosi (Bisnis).
Koperasi mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Output yang dihasilkannya tidak memiliki jalur distribusi yang established, serta tidak memiliki kemampuan untuk memasarkan dan melakukan promosi. Sehingga, produknya tidak mampu untuk meraih pangsa pasar yang cukup untuk dapat tetap eksis menjalankan kegiatan usahanya.
Peranan pemerintah sekali lagi, diperlukan untuk menyediakan sarana distribusi yang memadai. Sarana yang dibentuk pemerintah itu, sekali lagi, tetap harus dalam pemahaman koperasi sebagai gerakan rakyat, sehingga jangan melakukan upaya-upaya “pengharusan” bagi koperasi untuk memakan sarana bentukan pemerintah itu. dalam aspek bisnis, koperasi –karena keterbatasan input modal—sulit untuk melakukan pemasaran (marketing) dan promosi (promotion). Karena itu, selaras dengan mapping product seperti diuraikan diatas, pemerintah melanjutkannya dengan memperkenalkan produk-produk yang menjadi unggulan dari daerah itu. Dengan demikian, output koperasi dapat dikenal dan permintaan potensial (potential demand) dapat menjadi permintaan efektif (effective demand).     Agar koperasi tidak mati diperlukan proteksi. Seperti proteksi yang telah dilakukan Pemerintah DKI Jakarta, yang membuka usaha ritel milik koperasi di setiap kecamatan dalam skala besar. Selain itu juga, retail modern dari negara luar juga tidak diperbolehkan masuk ke daerah kecuali bermitra dengan koperasi lokal.
     Selain itu Dinas Koperasi akan memetakan ke 274 koperasi untuk mengetahui mana koperasi yang masih bisa dihidupkan kembali dan mana koperasi yang sudah tidak mungkin dihidupkan. Untuk koperasi yang masih mungkin dihidupkan kembali, Dinas Koperasi akan berusaha menyehatkan kembali ratusan koperasi yang sudah tutup tersebut dengan menyuntikkan dana pinjaman dari perbankan dan membenahi organisasi bekerjasama dengan Dewan Koperasi Daerah.
Sedangkan untuk koperasi yang tak mungkin ditolong lagi, Dinas Koperasi akan mencabut izin badan usaha. Dinas Koperasi kemudian akan memberikan izin badan usaha kepada koperasi yang saat ini masih berstatus pra-koperasi.